Saturday, February 26, 2011

kita

matahari belum lagi menampakan sinarnya. angin malam, ah, angin subuh terasa begitu dingin menusuk tulang yang dilapisi daging tipis ini. malam jarang mengijinkanku untuk tidur. menyala sudah sebatang rokok untuk menemani, nutrisari dingin untuk menemani rokok, mereka saling berhubungan, saling menyapa, seperti kita.

kita.
kita adalah aku, dan kau yang jauh disana, kau yang selalu menemaniku disaat susah ataupun senang. hadir dengan dengan keluguanmu yang penuh dengan kepalsuan, menolak ku dengan kekhawatiranmu yang beralasan namun penuh kemunafikan, dan menyerahkan dirimu tanpa berpikir panjang. aku yang tak bisa sepenuhnya berteriak bersamamu, yang tidak bisa tulus tertawa denganmu, dan aku...
kita adalah aku, dan kau yang berada sangat jauh disana, kau yang jarang menemaniku. hadir dengan pertunjukanmu yang penuh dengan tanda tanya, menolak ku dengan kekhawatiranmu yang beralasan, kebodohanmu yang memancing angkara, kemunafikanmu yang melewati batasmu sendiri, penyesalanmu yang tak beralasan, dan tangismu yang tak pernah bisa dimengerti.
aku yang termanggu disini, menunggu datangnya kelam.
kita adalah aku, dan kau yang tidak terlalu jauh dari sini, namun tak pernah sekalipun menemaniku. hadir dengan keberadaanmu yang tak pasti, menolak ku dengan tangismu, dan meniggalkanku dengan benci.
aku, aku tidak melakukan apapun, aku bersih.
kita adalah aku dan kau, dan kau adalah malam yang tak mengijinkan aku terlelap.

kita adalah semua kau, kau, kau, ,kau, kau , dan kau yang pernah duduk disni menemaniku menghisap sebatang rokok dan nutrisari dingin ini.
dan kau semua pun pergi, tapi kau masih disni.
mari kita duduk lagi, untukmu.




jatinangor

No comments:

Post a Comment